News

11Dec

Hukum Harus Ditegakkan Dalam Skandal Freeport

laws, political, government, newspaper, economic

Peristiwa Papa Minta Saham yang terjadi beberapa waktu belakangan ini secara historis merupakan insiden yang serius atau skandal dalam kancah tata politik dan ketatanegaraan Indonesia. Dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden Indonesia oleh Ketua DPR RI perihal perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia semakin santer dibahas di media massa dan menimbulkan bermacam-macam asumsi dari berbagai lapisan masyarakat.

 Awal mulanya, Menteri ESDM Indonesia memberikan bukti berupa rekaman dugaan pembicaraan antara Ketua DPR RI dengan seorang pengusaha dan bos PT. Freeport Indonesia kepada Mahkamah Kehormatan DPR (MKD). Sidang kode etik MKD telah beberapa kali diadakan, namun masih ada beberapa perdebatan perihal keabsahan laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh Ketua DPR RI tersebut. Selain itu juga, status (legal standing) Menteri ESDM Indonesia sebagai pelapor kasus juga dipertanyakan oleh beberapa anggota MKD. Nampaknya aroma politis terasa sangat kental dalam persoalan ini.

Poging Tot Misdrijf

Insiden Papa Minta Saham ini jikalau benar terjadi, tentunya tidak bisa diselesaikan hanya melalui sidang kode etik MKD saja tetapi juga harus diselesaikan secara hukum. Ada dua hal yang berbeda ketika kita berbicara mengenai etika jabatan dan hukum. Etika jabatan membicarakan mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan dalam suatu profesi atau jabatan formal. Etika jabatan berujung kepada peringatan, skorsing, atau pemecatan. Sedangkan hukum berbicara mengenai benar atau salah. Ada unsur motif (oogmerk) dan kesengajaan (opzet) yang dapat berujung kepada hukuman penjara. Di satu sisi, jika sesuatu dianggap salah dipandang dari segi etika, belum tentu hal tersebut dianggap salah jika dipandang dari segi hukum. Begitu pula sebaliknya. Harus dipahami bahwa telah diatur di dalam KUHP Indonesia bahwa setiap warga negara Indonesia wajib melaporkan jika ada tindak pidana kejahatan yang terjadi di dalam masyarakat. Mengapa insiden ini bisa dikategorikan sebagai kejahatan? KUHP Indonesia mengenal apa yang disebut dengan poging tot misdrijf (poging) atau percobaan untuk melakukan kejahatan sesuai dengan yang diatur di dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP Indonesia. Dalam pasal poging tersebut, seseorang dapat dihukum karena dapat dipersalahkan telah melakukan suatu percobaan untuk melakukan suatu kejahatan.

Percobaan kejahatan di dalam KUHP Indonesia itu sendiri memiliki tiga unsur yang tidak terpisahkan, yaitu adanya maksud (voornemen) untuk melakukan suatu kejahatan, adanya suatu permulaan pelaksanaan, dan yang terakhir unsur pelaksanaan kejahatan tersebut tidak selesai karena disebabkan masalah-masalah yang berada di luar kemauannya sendiri. Jika dianalisa dari segi hukum pidana, tiga unsur poging tersebut telah dipenuhi. Si pelaku diduga sudah menyampaikan maksudnya yang terekam dan oleh karena sudah ada permulaan maksud untuk melakukan kejahatan. Pelaksanaan kejahatan itu tidak selesai karena hasil rekaman tersebut dilaporkan oleh Menteri ESDM. Seandainya tidak dilaporkan ke MKD maka perbuatan pidana akan terjadi.

Dalam hal ini, para penegak hukum di Indonesia tidak bisa berpangku tangan saja. Terlepas dari jabatan apapun yang terlekat, penyelesaian secara hukum harus dilakukan apalagi insiden ini menyangkut nama kepala negara dan wakil kepala negara Indonesia terkait pencatutan nama presiden dan wakil presiden yang dilakukan oleh Ketua DPR RI tersebut. Jika benar terjadi, ditakutkan ada tiga potensi yang bisa muncul dari insiden Papa Minta Saham ini, antara lain: potensi koruptif (UU Tipikor), potensi penipuan (Pasal 378 KUHP), dan juga potensi fitnah (Pasal 314 KUHP).

 Negara Kesejahteraan

Di negara-negara yang mapan, Ketua DPR RI merupakan jabatan tinggi negara yang sangat presitisius dan dihormati oleh masyarakat. Perdebatan ide dasar negara dan arah kebijakan negara terjadi di gedung-gedung parlemen di negara-negara tersebut. Indonesia harus belajar dari negara-negara yang lebih mapan yang memiliki pengalaman dalam kehidupan bernegara. Bukan hanya sekedar mengisi daftar absensi, perebutan kursi, serta mengutamakan ego golongan tanpa ingat bahwa ada hal substansial yang harus diperjuangkan menuju negara yang sejahtera (welfare state) seperti yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa ini (founding fathers).

 Cara pandang masyarakat ke depan harus diubah. Timbulnya kerutan di kening saat membicarakan kinerja sebagian besar legislatif Indonesia harus dikembalikan menjadi timbulnya rasa bangga dan kekaguman akan kinerja mereka demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Saat ini, di saat negara Indonesia sedang memperjuangkan demokrasi yang masih berantakan, negara-negara mapan telah berhasil menerapkan sistem nilai.

 Indonesia sedang berusaha menuju ke arah yang lebih baik di era kepemimpinan Jokowi-Jusuf Kalla terutama dalam menata sistem nilai. Insiden Papa Minta Saham tentu menyakiti hati rakyat Indonesia. Ketua DPR RI telah digaji dengan baik oleh rakyat untuk melaksanakan fungsi legislatif. John C. Maxwell, seorang penulis ternama berkebangsaan Amerika Serikat pernah mengatakan: Leadership is influence. Para tokoh bangsa harus dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap rakyatnya. Oleh karena itu, meskipun tidak mudah, perjuangan negara Indonesia harus terus dilanjutkan. Untuk dapat menerapkan sistem nilai yang baik di negara ini, harus dimulai dari menghilangkan ego individu dan golongan. Seseorang harus dapat menaklukkan diri sendiri dan segelintir kelompok demi kepentingan masyarakat yang lebih besar.

Keadilan dan hukum harus ditegakkan walaupun langit runtuh. Fiat Justitia Ruat Coelum.

Written by Frans Winarta
Published on Kompas

<< Back

Close

Search